Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) adalah suatu organisasi gerakan mahasiswa yang
melandaskan cita-citanya pada gagasan sosialisme Indonesia. Hal itu berangkat
dari suatu keyakinan, bahwa hanya dalam suatu sistem tata masyarakat yang
sosialislah kaum marhaen dapat selamat. Gagasan tersebut merupakan suatu ide
dasar bagi ajaran Marhaenisme yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip dan
azaz-azaz perjuangan untuk mewujudkan cita-cita sosialisme Indonesia. Dalam hal
ini, GMNI dan tenaga penggerak yang ada di dalamnya (kader) adalah merupakan agen perubahan yang bertugas
untuk mendidik kader bangsa
dalam rangka mempercepat jalannya evolusi masyarakat menuju kepada suatu
masyarakat baru, yaitu masyarakat sosialis Indonesia.
Dari sedikit pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa GMNI adalah suatu
alat yang digerakkan oleh kader-kadernya untuk mendidik kader bangsa dalam perjuangan mewujudkan
cita-cita sosialisme Indonesia. Sebagai alat, tentu GMNI hanyalah merupakan
benda mati yang memerlukan agen penggerak untuk menggerakkannya. Berfungsi
secara baik atau tidaknya suatu alat tentu sangat bergantung pada pengguna alat
tersebut, baik dari segi pemahamannya terhadap alat tersebut maupun dari segi
pengetahuan akan sejauh mana alat tersebut dapat digunakan dalam konteks
kebutuhan yang bersifat aktual/kekinian. Singkatnya, kualitas keberfungsian dari GMNI sangat bergantung pada
tingkat pemahaman dan pengetahuan kader-kadernya sebagai tenaga penggerak.
Sebuah alat semestinya
memiliki tujuan fungsional tertentu. Untuk mencapai
tujuan fungsionalnya, suatu
alat harus memiliki syarat-syarat yang memungkinkan tujuan fungsional
itu dapat tercapai. Syarat-syarat yang pokok ada tiga, yaitu syarat yang harus
dimiliki oleh alat itu sendiri (syarat material dan syarat formal), syarat yang
harus dimiliki oleh penggeraknya, dan syarat kondisi. Tanpa adanya
syarat-syarat tersebut maka tujuan fungsional suatu alat tidak akan tercapai,
bahkan bisa saja alat tersebut tidak pernah ada.
Ambillah palu/martil sebagai contoh, sebagai alat palu memiliki tujuan
fungsionalnya, yaitu untuk menancapkan paku misalnya. Agar tujuan fungsional itu dapat tercapai dengan baik
maka palu haruslah memiliki syarat material dan syarat formal yang ada pada
dirinya sendiri. Syarat material dari palu ialah ia harus berbahan keras,
semisal besi, agar dapat digunakan untuk memukul paku sehingga paku dapat
menancap pada suatu benda. Syarat formal palu ialah ia harus didesain dengan
bentuk sedemikian rupa supaya memungkinkan dan memudahkan penggeraknya untuk
memukul paku.
Syarat berikutnya agar tujuan fungsional palu dapat tercapai adalah
syarat yang harus dimiliki oleh penggeraknya (misalnya manusia), yaitu si penggerak haruslah memahami terlebih
dahulu tujuan fungsional dari palu. Bisa saja palu itu digunakan untuk memukul
orang atau benda lainnya sehingga tujuan fungsional dari palu tersebut tidak
tercapai. Si penggerak juga harus memahami cara menggunakan palu tersebut dan
bagaimana palu tersebut dapat berfungsi dengan baik. Singkatnya, agar tujuan
fungsional tersebut dapat tercapai, si penggerak harus benar-benar menguasai
pengetahuan perihal paku dan palu.
Syarat pokok yang terakhir adalah syarat kondisi. Untuk tercapainya
tujuan fungsional, maka harus ada suatu kondisi yang memungkinkannya untuk
tercapai. Dalam hal ini, sebenarnya syarat kondisi memiliki dimensi yang luas
dan akan membutuhkan ruang yang banyak untuk dicurahkan dalam tulisan.
Singkatnya, ambillah contoh yang sederhana di atas. Tujuan fungsional dari palu
tidak akan tercapai, jika tidak ada kondisi yang memungkinkan tujuan fungsional
palu tersebut dapat tercapai. Walaupun palu sudah memiliki desain sedemikian
rupa dan si penggerak telah benar-benar menguasai pengetahuan perihal palu dan
paku, akan tetapi jika tidak ada paku untuk dipukul, maka tentu tujuan
fungsional palu tidak akan tercapai juga.
Telah jelaslah bahwa
sesugguhya GMNI bukanlah hanya sekedar wadah untuk belajar berorganisasi demi
bekal ketrampilan pribadi atau bahkan sebagai jembatan karir pribadi. GMNI
adalah organisasi kader dan organisasi perjuangan. Ia merupakan sebuah alat
yang memiliki tujuan fugsional yang menuntut pengetahuan dan pemahaman yang
sedalam-dalamnya akan maksud dan tujuan GMNI oleh kader-kadernya (sebagai
pengguna alat). Lebih dari itu, dibutuhkan juga pegetahuan yang radikal dan
komprehensif terhadap kondisi riil kekinian untuk mewujudkan tujuan
fungsionalya. Berfungsi dengan baik atau tidaknya GMNI untuk mencapai tujuan
fungsionalnya akan sangat bergantung pada kapasitas penggeraknya, baik dari
segi pemahaman terhadap GMNI maupun pemahaman terhadap kondisi riil kekinian.
Pemahaman para kader yang
kabur terhadap maksud dan tujuan yang menjadi dasar keberadaan GMNI akan
menyebabkan terjadinya suatu keadaan disorientasi. Hal ini akan membuat
keberadaan GMNI menjadi tidak autentik. Barangkali mungkin inilah yang dimaksud
oleh seorang pemikir Martin Heidegger, sebagai ketidak-autentikan suatu
entitas. Ketika suatu entitas tetap berjalan dengan ketidak-autentikan, maka perjalanan
suatu entitas tersebut akan selalu terjerembab dalam "kelupaan diri". "Kelupaan
diri" akan melemparkan suatu entitas kedalam tindakan-tindakan yang
serampangan, dangkal-dangkalan dan banal.
Ketidak-mampuan untuk "mawas diri" akan sering menjebak pada suatu anggapan, bahwa seolah ia telah melakukan hal besar, yang tanpa disadari sebenarnya hanyalah hal yang asal-asalan saja. Asal terlihat bagus, asal terlihat hidup, asal terlihat bergerak, asal terlihat revolusioner, asal terlihat berjuang.
-Limpad Tuhu Pamungkas
0 Response to "SEDIKIT RENUNGAN UNTUK LEBIH MAWASDIRI"
Posting Komentar