MARHAENISME*[1]
Toha
Amardinata**
Marhaenisme merupakan
ideologi yang sangat muda di antara sekian banyak ideologi besar lainnya;
Komunisme, Sosialisme, Kapitalisme dan lain sebagainya. Penamaan Marhaenisme
diambil dari sebuah nama seorang petani kecil bernama Marhaen di Desa
Cigarelang, Bandung Selatan, yang kemudian diangkat menjadi sebuah nama ajaran
atau ideologi Marhaenisme dan ditetapkan menjadi ideologi Partai Nasional
Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno itu sendiri pada tahun 1927.
Dalam perkembangan dan
tantangannya, Marhaenisme selalu mengalami goncangan dan terpaan, baik dari
mereka yang kurang memahami makna substansinya, mereka yang ingin mempersempit
dan mendistorsi pemahaman Marhaenisme serta mereka yang ingin menjadikan
ideologi kelompok atau golongan tertentu, maupun mereka yang memang sadar dan secara sengaja ingin
menghancurkannya. Sehingga, hal itu dapat menimbulkan kegisruhan dan
kegoncangan pada pendukung dan penganut Marhaenisme itu sendiri.
Landasan
Berpikir Untuk Memahami Marhaenisme
Bila kita ingin
betul-betul memahami Marhaenisme terlebih dahulu kita katakan bahwa Marhaenisme
merupakan ideologi yang berangkat dari kebutuhan hidup manusia yang paling
substansial dan bersifat universal, yaitu Tuntuntan Budi Nurani Manusia (the Social
Conscience of Man), yang menghendaki diwujudkannya kesejahteraan hidup manusia
yang akan dapat terpenuhi apabila telah tercipta harmonisasi antara kemerdekaan
individu dan keadilan sosial.[2]
Oleh karenanya,
Soekarno sebagai bapak Marhaenisme mencermati Marxisme dan menemukan bahwa
Marxisme terdapat dua hal yang harus dibedakan:
Filsafat Materialisme
Filsafat
materialisme ala Marxisme adalah filsafat yang atheis, yang secara pasti tidak
sesuai dengan kehidupan bangsa atau rakyat Indonesia. Filsafat materialisme
adalah memberi jawaban atas pertanyaan : bagaimana hubungan antara pikiran (denken) dengan benda (materi),
bagaimana materi itu terjadi, mencari asalnya pikiran.[3]
Sehingga,
Soekarno menyebut bahwa Marhaenisme adalah Marxisme yang diselenggarakan,
dicocokkan, dan dilaksanakan di Indonesia. Marhaenisme ini bahasa asingnya is het in Indonesia toegeposte marxisme.
Kalau hendak memahami betul Marhaenisme, harus dipahami dua hal. Lebih dulu
Marxisme; apakah marxisme itu; satu. Dan kedua, memahami keadaan-keadaan di
Indonesia.[4]
Historis Materialisme
Historis
materialisme ini dapat digunakan sebagai kerangka atau metode berpikir untuk
menganalisa kehidupan sosial di Indonesia.
Historis Materialisme bukanlah merupakan ajaran atau ideologi, tetapi
semata-mata merupakan teori sosial yang dipergunakan untuk menganalisa suatu
keadaan.[5]
Historis
Materialisme adalah memberi jawaban atas soal: sebab apakah pikiran itu dalam
suatu jaman ada begini atau begitu, menanyakan sebab-sebabnya pikiran itu
berubah, memepelajari tumbuhnya pikiran.[6]
Dialektika Perjuangan Marhaenisme
Marhaenisme selain sebagai sebuah ideologi, ia juga sebagai asas suatu perjuangan. Perjuangan tersebut harus selaras dengan watak, karakter dan berpegang teguh pada prinsip Marhaenisme, yang diataranya adalah sebagai berikut:
Radikal-revolusioner
Radikal-revolusioner adalah sikap yang menghendaki (lompatan) perubahan secara cepat. Membongkar sistem ketidak beresan dan mengganti sistem yang baru.
Non-kooperasi
Non-kooperasi adalah tidak bekerja sama dengan sistem yang memeras dan menindas dalam segala bentuknya.
Machtvorming dan machtsaanwending
Machtvorming dan machtsaanwending adalah penyusunan kekuatan dan penggunaan kekuatan.
Massa Aksi
Massa aksi adalah aksinya massa, aksinya rakyat marhaen yang bermakna perbuatan, pergerakan dan perjuangan marhaen.
Self Help
Self Help adalah kemenangan hanyalah bisa kita dapat dengan kebiasaan diri sendiri, usaha sendiri, dan kepandaian diri sendiri. Inilah yang biasa kita sebut sebagai percaya pada kekuatan diri sendiri atau politik self help dan non-cooperation.
Self reliance
Maksud dari self reliance adalah percaya diri (PD) yang berkaitan dengan self hef.
Dialektika Perjuangan Marhaenisme
Marhaenisme selain sebagai sebuah ideologi, ia juga sebagai asas suatu perjuangan. Perjuangan tersebut harus selaras dengan watak, karakter dan berpegang teguh pada prinsip Marhaenisme, yang diataranya adalah sebagai berikut:
Radikal-revolusioner
Radikal-revolusioner adalah sikap yang menghendaki (lompatan) perubahan secara cepat. Membongkar sistem ketidak beresan dan mengganti sistem yang baru.
Non-kooperasi
Non-kooperasi adalah tidak bekerja sama dengan sistem yang memeras dan menindas dalam segala bentuknya.
Machtvorming dan machtsaanwending
Machtvorming dan machtsaanwending adalah penyusunan kekuatan dan penggunaan kekuatan.
Massa Aksi
Massa aksi adalah aksinya massa, aksinya rakyat marhaen yang bermakna perbuatan, pergerakan dan perjuangan marhaen.
Self Help
Self Help adalah kemenangan hanyalah bisa kita dapat dengan kebiasaan diri sendiri, usaha sendiri, dan kepandaian diri sendiri. Inilah yang biasa kita sebut sebagai percaya pada kekuatan diri sendiri atau politik self help dan non-cooperation.
Self reliance
Maksud dari self reliance adalah percaya diri (PD) yang berkaitan dengan self hef.
*[1]Kerangka
(tulisan) ini, disamapaikan pada Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB) GMNI
Komisariat (yang katanya menjadi Caretaker) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada
tanggal 31 Mei 2014.
**Adalah kader GMNI UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta juga yang ingin masuk surga karena bergabung
dengan GMNI.
[2]
Lihat, Soenarto H.M., Euforia, Reformasi
atau Revolusi; Pergulatan Ideologi Dalam Kehidupan Berbangsa, (Yogyakarta:
Lembaga Putra Fajar, 2003), hlm. 4.
[3]
Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi jilid
I, (Jakarta: Panitya Penerbit DBR, 1964), hlm. 21.
[4]
Soekarno, Pancasil Sebagai Dasar Negara,
(Jakarta: Inti Dayu Press-YPS, 1984), hlm. 93.
[5]Soenarto
H.M., Euforia, Reformasi atau Revolusi;
Pergulatan Ideologi Dalam Kehidupan Berbangsa, (Yogyakarta: Lembaga Putra
Fajar, 2003), hlm. 5.
[6]
Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi jilid
I, (Jakarta: Panitya Penerbit DBR, 1964), hlm. 21.
0 Response to "MARHAENISME"
Posting Komentar